Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifat – sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak, pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa dirubah. Kita mungkin hanya dapat mengetahui dari prilaku yang bersangkutan oleh karena itu, nilai pada dasarnya adalah standar perilaku sesorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan kepada siswa dapat berperilaku sesuai dengan pendangan yang di anggap baik dan tidak bertentangan dengan norma – norma yang berlaku.
Menurut Dougla Graham (Golu 2003) ada 4 faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai–nilai tertentu :
- Normativist : Kepatuhan yang terdapat pada norma – norma hokum.
- Integralist : Kepatuhan yang di dasarkan pada kesadaran dan pertimbangan – pertimbangan yang rasional.
- Fenomalist : Kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa – basi.
- Hedonist : Kepatuhan berdasarkan diri sendiri.
Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, system nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan diarakhan. Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalu pembentukan sikap, yakni kecendrungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukkan gejala senang atau tidak senang, suka atau tidak suka.
Golu (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut :
- Nilai tidak bisa di ajarkan tetapi di ketahui dari penampilannya.
- Pengembangan dominan efektif pada nilai tidak bisa di pisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.
- Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa di bina.
- Perkembangan nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Sikap adalah kecendrungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang di anggap baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecendrungan untuk menerima atau menolak suatu objek penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berguna atau berharga (sikap negatif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar